Skip to content

Kerajaan Aceh Darussalam, Kesultanan Besar dengan Sejarah Menarik

  • by

Selain Samudra Pasai, Aceh juga memiliki sejarah kerajaan lain yang tak kalah menarik untuk dibahas. Kerajaan Aceh Darussalam atau Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada sekitar abad ke-15 Masehi. Kesultanan islam ini berada di kawasan Banda Aceh.

Sejarah mencatat, kesultanan islam ini merupakan penerus dari Samudra Pasai yang sebelumnya diruntuhkannya. Pola sistem militer, pendidikan islam dan kajian-kajian keilmuannya menjadi kekuatan besarnya. Yuk simak ulasan selengkapnya untuk Kerajaan Aceh berikut ini.

Kilas Balik Sejarah Kerajaan Aceh

Berabad-abad lamanya Kesultanan Aceh berjaya. Bahkan kejayaannya tercatat mulai dari awal 1496 sampai tahun 1903 Masehi. Tentunya banyak peninggalan dan catatan sejarah dari kesultanan yang berdiri hingga 4 abad lebih ini.

  1. Awal Pendirian

Pendiri Kesultanan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang berhasil menundukkan sejumlah wilayah. Kerajaan ini pada awalnya hanya berada di kawasan Lamuri. Setelah penundukkan demi penundukkan yang dilakukannya, perluasan wilayah semakin masif.

Mulai dari Lidie, Nakur, Daya, Pedir, hingga akhirnya Pasai masuk ke dalam kedaulatan Aceh di tahun 1524. Ali Mughayat Syah yang merupakan raja pertama Kesultanan Aceh, kemudian digantikan Raja Salahuddin di tahun 1528.

  1. Masa Kejayaan

Ekspansi serta pengaruhnya yang paling luas di Kerajaan Aceh ada pada era Sultan Iskandar Muda. Kepemimpinannya berhasil menaklukkan kawasan Pahang yang memiliki timah utama. Penyerangan terhadap Portugis di Melaka dilakukan Kesultanan Aceh guna membela diri.

Sebanyak 500 armada perang berikut tentaranya menyerang kawasan tersebut. Sayangnya ekspedisi besar ini gagal. Walaupun demikian, di era yang sama, Kedah berhasil diduduki kesultanan Aceh. Kesultanan juga gencar dalam hubungan diplomasi antar negara. Salah satunya dengan banyak mengirim surat ke pemimpin-pemimpin dunia

  1. Perang Aceh

Era kerajaan besar ini memang bebarengan dengan kedatangan para penjajah. Selain Portugis, Belanda juga menjadi salah satu musuh utama kesultanan. Perang Aceh pun meletus semenjak Belanda menyatakan peperangan. Perang berkobar hingga tahun 1893 yang berakhir pada kekalahan Hindia Belanda.

Tahun 1898, Sultan Aceh Muhammad Daud Syah meminta perlindungan Rusia agar bisa memberikan status protektorat. Sayangnya permintaan tersebut ditolak hingga Januari 1903, Muhammad Daud Syah kemudian menyerahkan diri ke pemerintah Hindia Belanda.

  1. Kemunduran

Kemunduran kesultanan besar ini tidak hanya disebabkan oleh penjajahan. Melainkan ada faktor lain. Salah satunya perebutan tahta. Selain itu, perang saudara juga tak terhindarkan. Perang perebutan kekuasaan ini juga menjadi alat utama Belanda untuk menyusup dan memecah belah Kesultanan.

Setelah kekalahan perang dengan Belanda, pemimpin Aceh kala itu yaitu Sultan Muhammad Daudsyah dibuang ke Ambon. Tahun 1907 merupakan akhir dari kesultanan besar ini. Akan tetapi berkembang gagasan untuk memulangkan sultan ke Aceh. Hanya saja gagasan ini akhirnya ditentang keras oleh para petinggi Aceh.

Perangkat Pemerintahan yang Ada di Kesultanan Aceh

Sebuah kesultanan sukses merajai berkat kerja sama dengan segala aspek. Salah satunya perangkat pemerintahan. Tentu menarik membahas apa saja perangkat pemerintahan yang pernah dimiliki oleh kerajaan besar ini.

  • Balai Rong Sari. Bertugas membuat rencana serta penelitian.
  • Balai Majlis Mahkamah Rakyat, lembaga yang mirip seperti Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Balai Gading. Merupakan dewan kabinet dengan anggota sembilan orang.
  • Balai Furdhah. Lembaga yang mengurusi seputar ekonomi.
  • Balai Laksamana. Lembaga khusus angkatan perang.
  • Balai Majlis Mahkamah. Lembaga seperti Departemen Kehakiman.
  • Balai Baitul Maal. Pengurus perbendaharaan negara.

Demikianlah sejumlah ulasan sejarah mengenai Kerajaan Aceh yang kaya akan sisi menarik. Bagi yang ingin menambah pengetahuan, Onoini.comย merupakan situs yang bisa Anda kunjungi dengan aneka pembahasan menarik, termasuk mengenai ragam kerajaan-kerajaan di Indonesia.